Showing posts with label Cerita Rakyat Indonesia. Show all posts
Showing posts with label Cerita Rakyat Indonesia. Show all posts

Tuesday, July 23, 2013

#081 Legenda Rawa Pening



Dahulu kala, ada seorang anak lelaki yang miskin, kotor, dan berbau, datang ke sebuah desa kecil. Dia sangat lapar dan lemah. Dia mengetuk semua pintu dan meminta makanan, tetapi tidak ada yang peduli padanya. Tidak ada orang yang mau membantunya. Akhirnya, seorang wanita tua yang dermawan membantunya. Dia memberinya tempat tinggal dan makanan. Ketika si anak lelaki itu ingin pergi, wanita tua itu memberinya sebuah lesung, sebuah pemukul kayu besar untuk memukul beras.

Dia mengingatkan, “tolong ingat, kalau ada banjir kamu harus menyelamatkan dirimu. Pakai lesung ini untuk menjadi sampan.”

Anak lelaki itu senang dan berterima kasih kepada wanita tua itu. anak lelaki itu melanjutkan perjalanannya. Ketika dia melewati desa, dimana dia pernah meminta makanan, dia melihat banyak orang berkumpul di lapangan. Anak lelaki itu mendekat dan melihat sebuah tongkat tertanam pada tanah. Orang-orang menantang satu sama lain untuk menarik keluar tongkat itu. Setiap orang mencoba, tetapi tidak ada yang berhasil.

“Bolehkah aku mencobanya?” Tanya anak lelaki itu.

Orang-orang itu tertawa mengejek. Anak lelaki itu mau mencoba keberuntungannya jadi dia melangkah maju dan menarik keluar tongkat itu. Dia bisa melakukannya dengan sangat mudah. Semua orang tercengang. Tiba-tiba dari lobang yang ditinggalkan oleh tongkat itu, air menyembur keluar. Air itu tidak berhenti sampai membanjiri desa itu. dan tidak ada satu orang pun yang selamat dari air itu kecuali anak lelaki dan wanita tua dermawan yang memberikan anak lelaki itu tempat tinggal dan makanan. Seperti yang dia diberitahu, dia menggunakan lesung sebagai sampan dan menjemput wanita tua itu. seluruh desa menjadi sebuah danau yang besar.


Danau itu sekarang dikenal sebagai Danau Rawa Pening di Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia.


-FIN-
Baca terjemahan Inggris di SINI
Author: Unknown

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kalau Anda puas dengan ceritanya. Tolong di klik ya Iklan (Ad) di sebelah kanan dan bawah. Terima Kasih ^-^
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------







Saturday, July 20, 2013

#071 Apai Gumok Dan Penyihir



Pernah ada seorang lelaki bernama Apai Gumok, yang mempunyai arti “Orang Gemuk”. Apai Gumok dan istrinya, yang juga gemuk, tinggal di sebuah desa dekat sungai. Sayangnya, istri Apai Gumok adalah seorang pemarah, tapi dia punya alasan untuk jadi seperti itu. suaminya bukanlah pemburu yang hebat. Dia sering pulang ke rumah setelah berburu seharian dengan hanya seekor burung kecil. Dan dia juga bukan nelayan yang hebat juga karena dia biasanya menangkap hanya ikan-ikan kecil. Semua warga desa menertawai Apai Gumok, dan istrinya selalu berteriak padanya karena dia tidak pernah membawa makanan yang cukup untuk dimakan.


Suatu hari ketika dia sedang keluar berburu di hutan, Apai Gumok bertemu seorang penyihir wanita. Dia mencoba untuk melarikan diri, dia berlari ke segala arah, tapi kemana pun dia berlari, dia melihat penyihir itu lagi. Penyihir yang sangat menakutkan. Dia mempunyai rambut panjang yang kotor, kuku panjang yang kotor, dan gigi yang rusak.

Ketika Apai Gumok lelah berlari, dia berkata pada si penyihir. “Kenapa kamu mengikutiku?” dia bertanya.

Si penyihir tertawa, “aku ingin membantumu, Apai Gumok. Aku ingin membuatmu seorang yang kaya dan berkuasa. Aku ingin kamu untuk mendapat hormat dari para warga desa sehingga mereka tidak akan menertawakanmu lagi.”

Apai Gumok sangat sulit mempercayai kupingnya. “Tapi kamu tidak akan membantuku hanya dari kebaikan hatimu,” dia berkata. “Apa yang kamu inginkan?”

Lagi, si penyihir tertawa. Tawa itu adalah tawa jahat. “Sederhana,” dia berkata. “Ketika kamu kaya, berkuasa dan dihormati, aku ingin kau menikahiku.”

“Tapi aku sudah menikah,” kata Apai Gumok.

“Tidak masalah,” kata penyihir, “aku akan mengubah istrimu menjadi babi berwarna pink dengan bintik hitam di kepalanya. Kemudian kamu bisa menjadi pemburu terkenal dan menikahiku.”

Apai Gumok ingin menjadi kaya dan dihormati. Dia juga ingin menjadi pemburu yang terkenal. Dan istrinya juga tidak begitu baik padanya. Tetapi juga, penyihir itu membuatnya takut, dan dia tidak mau menikahi wanita yang begitu kotor. Dia berlari kembali ke desa.

“Dimana kamu, istriku?” dia berteriak ketika dia sampai di rumah.

“Oink.”

“Istriku?” dia memanggil lagi.

“Oink.”

Di dalam rumah ada seekor babi berwarna pink dengan bintik hitam di kepalanya! Dari hari itu, tidak ada yang melihat istri Apai Gumok. Dia mengatakan istrinya telah pergi ke desa lain untuk mengunjungi bibinya. Mereka semua juga memperhatikan teman barunya karena babi kecil itu mengikutinya kemana saja.

Tak lama hal aneh mulai terjadi pada Apai Gumok. Dia menjadi pemburu yang hebat dan juga seorang nelayan yang hebat. Tidak lama, dia menjadi terkenal sebagai pemburu terhebat di desa. Kemudian suatu hari dia menemukan emas di bawah rumahnya, dan Apai Gumok menjadi kaya.

Satu bulan kemudian, Apai Gumok bertemu dengan penyihir di hutan.

“Kita harus menikah secepatnya,” dia berkata.

Tapi Apai Gumok mencoba membuat alasan-alasan.

Akhirnya si penyihir memaksa. “Aku telah menunggu lama, Apai Gumok.”

“Kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan, dan sekarang kamu harus memberikan apa yang aku inginkan. Aku ingin seorang suami.”

Apai Gumok melihat ke penyihir, dan kemudian dia melihat ke bawah ke si babi.

“Satu istri cukup,” dia berkata. “Aku tidak mau istri lagi.”

Pada saat itu, si babi menjerit dan si penyihir berteriak. Mereka berdua sangat marah. Apai Gumok tidak tahu harus berbuat apa. Yang dia bisa pikirkan hanya berenang di sungai.

“Lihat,” dia berkata, “kenapa kita tidak pergi berenang di sungai? Kita bisa membicarakan soal pernikahan nanti.”

Ide itu sepertinya menyenangkan si penyihir dan si babi, jadi pergilah mereka. Ketika mereka telah berenang ke bagian terdalam dari sungai, Apai Gumok memegang kuping si penyihir dan menahan kepalanya di bawah air. Dalam beberapa menit dia tenggelam dan mati. Apai Gumok berenang kembali ke pinggiran berpikir masalahnya sudah selesai.

“Suamiku, kamu akhirnya di sini,” kata sebuah suara yang tidak asing.

Istri Apai Gumok berdiri di air dangkal. Babi kecil berwarna pink tidak tampak lagi. Apai Gumok merasa lega. Dia melihat istrinya yang gemuk dan berpikir begitu cantik dan bersihnya dia. Bersama mereka berjalan kembali ke desa dimana mereka kemudian hidup bahagia selamanya.


-FIN-
Baca terjemahan Inggris di SINI
Author: Unknown

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kalau Anda puas dengan ceritanya. Tolong di klik ya Iklan (Ad) di sebelah kanan dan bawah. Terima Kasih ^-^
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------







Friday, July 5, 2013

#048 Legenda Pulau Timbun Mata



Dahulu kala, seorang lelaki tua tinggal di Pulau Timbun Mata (Shut-Eye Island). Dia sering duduk di bawah matahari di luar rumahnya menjaga pady yang telah diletakkan oleh anaknya disana untuk mengering. Setiap kali ayam-ayam datang untuk memakan padi, dia memakai batang panjang untuk memukul lantai untuk mengusir mereka.

Suatu hari, cucunya mengolok-olok dia. Dia menangkap beberapa kepiting di pantai dan meletakkannya di atas padi. Mereka membuat suara bising seperti ayam memakan padi.

“Apa itu?” Tanya orang tua itu.

“Tidakkah kau tau?” balas cucunya. “beberapa ayam sedang memakan padi.”

Lelaki tua itu memukul lantai dengan batang kayunya. Tapi kepiting tidak ketakutan. Mereka terus memakan padi.

“Ha, ha, ha!” tawa si anak kecil itu.

Tiba-tiba, ada suara menggelegar yang kuat seperti suara tembakan meriam. Orang tua dengan janggut putih muncul di asap putih.

Dia menunjuk dengan tongkatnya ke arah si anak kecil itu, “kamu harusnya tidak boleh menertawakan kakekmu,” katanya. “Terutama karena dia buta.”

Sebelum si anak kecil itu bisa menjawab, angina yang kuat mulai meniup dan langit menjadi hitam. Sekumpulan asap merah keluar dari puncak bukit di tengah-tengah pulau. Beribu-ribu batu dan lumpur panas terlempar tinggi ke angkasa. Semua rumah di pulau itu hancur dan semua manusia yang hidup di pulau berubah menjadi batu.

 
Bahkan sekarang, jika kamu mengunjungi pulau itu, kamu bisa melihat beberapa batu yang tampak aneh yang menyerupai manusia.



-FIN-
Baca terjemahan Inggris di SINI
Author: Unknown

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kalau Anda puas dengan ceritanya. Tolong di klik ya Iklan (Ad) di sebelah kanan dan bawah. Terima Kasih ^-^
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------





#046 Kancil Dan Buaya



Kancil (nama), kancil yang kecil tapi pintar, punya banyak musuh di hutan. Untungnya, dia cerdas, sehingga tiap kali hidupnya terancam, dia berhasil meloloskan diri.

Satu dari musuh utamanya adalah buaya, yang tinggal di sungai yang membatasi hutan. Sering kali buaya mencoba menangkap kancil kecil. Buaya itu besar, tetapi tidak begitu pintar. Kancil dapat memperdayanya setiap kali.

Suatu hari sangatlah panas, tidak ada angina sama sekali. Itu adalah di tengah-tengah musim kemarau. Selama beberapa minggu tidak ada hujan sama sekali jadi anak sungai kecil dimana binatang-binatang minum di sana sudah mongering. Kancil sedang berjalan sendirian di hutan; dia sangat haus. Dia telah berjalan jauh; mencari sebuah sungai kecil untuk menghilangkan kehausannya, tetapi dia hanya menemukan lumpur yang mengering di sebuah sungai kecil yang dulunya penuh dengan air. Sangatlah sepi di hutan. Binatang-binatang tampaknya sedang tidur. Bahkan burung-burung tidak bernyanyi di pohon. Kancil akhirnya memutuskan pergi menuju sungai yang membatasi hutan. Biasanya dia menghindari dari pergi ke sana karena dia tahu buaya selalu di bersiap-siap untuknya, menunggu waktu untuk menangkapnya.


Ketika dia sampai ke sungai, Kancil melihat sekitarnya dengan hati-hati. Tidak ada orang sama sekali yang terlihat.sungai yang jernih itu memantulkan dengan silau cahaya dari matahari. Langkah demi langkah si Kancil menuju ke sungai. Matanya yang tajam melihat ke kiri dan ke kanan; telingannya yang runcing menegang untuk menangkap suara terkecil. Tapi tidak ada bahaya yang mungkin mengancamnya kali ini. Merasa lega, dia menundukkan kepalanya untuk menikmati air yang segar. Tiba-tiba, pandangannya jatuh pada sebuah objek yang mengapung tidak jauh dari dimana dia sedang berdiri. Itu adalah warna kehitam-hitaman. Kelihatan seperti cabang pohon yang jatuh, atau seperti punggungnya buaya!kancil melompat mundur, terkejut dan bijaksana. Tapi dia juga sangat haus. Bagaimana dia tahu bahwa benda di sungai adalah kayu atau buaya? Kemudian dia tersenyum sedikit karena dia menemukan sebuah ide.

Dengan suara jelas dia berteriak, “Hey! Disana, kamu yang ada di sungai. Kalau kamu adalah buaya, jangan jawab aku, tapi jika kamu adalah bongkahan kayu, katakan namamu!”

Itu adalah buaya yang mengapung di sungai. Dia telah melihat kancil di tepi sungai. Tanpa berpikir panjang, si buaya menjawab si Kancil dengan suaranya yang kasar, “jangan takut, aku hanyalah bongkahan kayu yang tidak berbahaya!”

Dengan segera, Kancil lari secepat kakinya bisa membawanya sambil berteriak menoleh ke pundaknya, “O, buaya yang bodoh, pernahkah kamu mendengar bongkahan kayu berbicara?”

Dua minggu kemudian, kancil lupa akan kejadian ini. Musim kemarau belum habis dan terasa lebih panas dari yang pernah sebelumnya. Kancil teringat akan air sungai yang sejuk dan segar. Betapa enaknya bila bisa mandi di sana! Dia memutuskan untuk mencoba lagi keberuntungannya. Kali ini tidak ada sesuatu yang mencurigakan yang terlihat, jadi kancil menuju ke air dan meminum sepuas hatinya. Sangat sunyi dan juga sangat panas. Tanpa berfikir panjang, Kancil memasuki sungai dan mulai membasahi dirinya. Dengan kesenangannya dia lupa akan bahaya. Dia mengambil sebuah ranting kering yang mengapung dan mulai memukul air dengan itu. Dia membuat begitu banyak kebisingan yang membuat buaya bangun.

“Wah, wah, ini mungkin adalah hari keberuntunganku,” pikir Buaya. Dengan cepat dia meluncur keluar dari persembunyiannya. Tiba-tiba si Kancil merasakan gigi yang tajam menggigit salah satu dari kakinya. Itu sangan sakit, tapi meskipun dia terkejut dan takut, si Kancil tidak kehilangan akalnya. Tanpa ragu-ragu dia mencelupkan ranting basah ke dalam air dan dengan suara yang mengejek dia berkata, “bongkahan kayu yang tua dan bodoh, apakah kamu berfikir kamu telah mendapatkanku? Itu hanya sebuah ranting yang kamu dapat di mulutmu, bukan kakiku. Ini kakiku, tangkap jika kamu bisa!”


Kancil menggerakkan ranting itu dengan cepat dan di depan mata si buaya. Si buaya tidak bisa melihat dengan jelas dalam air dan yang paling utama, dia memang goblok! Dia percaya Kancil dan melepaskan kaki Kancil dan menggigit dengan rahangnya pada ranting itu. Tentunya si Kancil tidak menunggu sedetikpun untuk loncat keluar dari air dan berlari ke tempat yang aman di hutan. Meskipun kakinya sangat sakit, dia tertawa dengan puas. Sekali lagi dia berhasil mempermainkan si buaya.



-FIN-
Baca terjemahan Inggris di SINI
Author: Unknown

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kalau Anda puas dengan ceritanya. Tolong di klik ya Iklan (Ad) di sebelah kanan dan bawah. Terima Kasih ^-^
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------








Saturday, June 29, 2013

#029 Batu Gantung Di Parapat



Suatu ketika, di sebuah daerah pedesaan di sebelah Danau Toba Sumatra Utara, hiduplah seorang suami dan istri bersama dengan anak perempuan yang cantik bernama Seruni. Tidak hanya cantik, Seruni juga sangat rajin membantu orang tuanya di ladang. Setiap hari keluarga ini bekerja di ladang di tepi Danau Toba, dan hasilnya dipakai untuk kebutuhan sehari-hari mereka.

Suatu hari, Seruni pergi ke ladang sendirian, karena orang tuanya pergi ke desa tetangga. Seruni hanya ditemani oleh anjing tercintanya bernama Toki. Sesampai di ladang, dia tidak bekerja tapi hanya duduk di sana melihat keindahan natural dari Danau Toba seperti dia memiliki masalah yang sulit. Sementara, anjingnya datang dan duduk di sampingnya, melihat ke wajahnya seakan-akan tahu apa yang sedang Seruni pikirkan. Sesekali, anjingnya menggonggong untuk mengganggu Seruni, tetapi dia tidak terganggu.

Beberapa hari terakhir Seruni tampak murung. Dia sangat sedih karena dia dipaksa untuk menikah oleh orang tuanya pada seorang pria yang adalah sepupunya. Dia telah memilih orang lain dan telah berjanji akan hidup bersama lelaki itu. Dia sangat pusing. Di satu sisi dia tidak mau mengecewakan orang tuanya; di sisi lain dia tidak mampu untuk meninggalkan cintanya. Karena tidak bisa menahan beban yang berat, dia merasa sangat putus asa.

“Ya Tuhan! Aku tidak bisa hidup dengan beban ini,” keluh Seruni.

Beberapa saat kemudian, Seruni bergerak dari tempat duduknya. Dengan air mata, dia berjalan dengan perlahan menuju Danau Toba. Rupanya dia ingin mengakhiri hidupnya dengan lompat ke dalam danau. Seruni berjalan ke pinggiran dari Danau Toba tanpa memperhatikan jalan di jalurnya. Tanpa disangka, dia tiba-tiba jatuh ke dalam sebuah lobang. Tanah berbatu di sana membuat lobang jadi gelap. Seruni sangat takut.

“Tolong..Tolong..Tolong..Toki!” Seruni meminta bantuan pada anjingnya.

Toki mengerti bahwa Seruni membutuhkan bantuannya, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menggonggong ke lobang itu. Seruni berteriak beberapa kali untuk bantuan, tetapi Toki benar-benar tidak bisa membantunya. Akhirnya dia merasa putus asa.

“Ah, aku lebih baik mati daripada menderita dalam waktu yang panjang,” Seruni mengeluh.

Batu bergerak merapat.

“Parapat! Parapat batu! Parapatlah,” Seruni memerintahkan batu untuk menekan badannya.

Karena tidak bisa membantu Seruni, Toki segera berlari pulang untuk bantuan. Sesampai di rumah tuannya, dia segera pergi menuju orang tua Seruni. Toki menggonggong pada orang tua Seruni dan mencakar lantai untuk memberitahukan bahwa Seruni dalam bahaya.

“Toki, dimana Seruni? Apa yang terjadi padanya?”

Toki terus menggonggong dan berlari ke depan dan belakang untuk mengajak mereka ke tempat Seruni.

“Kang, sepertinya Seruni dalam bahaya,” kata sang Ibu.

“Kamu benar. Toki meminta kita untuk mengikutinya,” kata ayah.

“Tapi bagaimana kita ke sana?”  Tanya sang Ibu

“Kamu siapkan obor! Aku akan meminta bantuan dari para tetangga.”

Tak lama, seluruh tetangga telah berkumpul membawa obor. Setelah itu, mereka mengikuti Toki ke tempat dimana Seruni berada. Setelaah mereka sampai di sana, Toki mengarahkan mereka ke depan mulut dari lobang.

Kedua orang tua Seruni langsung menghampiri mulut dari lobang. Sebuah kejutan yang luar biasa ketika mereka melihat lubang yang besar di tepi ladang mereka. Dari dalam lubang ada suara samar-samar dari seorang wanita, “Parapat! Parapat batu! Parapatlah!”

“Kang, dengar suara itu! Itu suara dari anak kita!” kata ibu Seruni.

“Iya! Itu adalah suara Seruni!” balas ayah Seruni dalam kepanikan.

“Tapi mengapa dia berteriak: parapet, parapat batu, parapatlah?” Tanya sang Ibu.

“Aku tidak tahu! Sepertinya ada yang salah di sana,” kata sang ayah dengan cemas.

Seorang petani mencoba menerangi lobang dengan obor, tetapi dasar dari lobang sangat dalam dan tidak bisa ditembus dengan cahaya dari obor.

“Seruni, anakku! Ayah dan ibu datang untuk membantumu!” Teriak sang Ibu.

Beberapa kali mereka berteriak tapi tidak ada respon dari Seruni. Hanya terdengar suara samar-samar dari Seruni yang menyuruh batu untuk mendekat dan meremasnya.

Orang-orang di sana mencoba membantu. Satu orang memegang tali dan melemparnya ke lubang, tetapi dasar dari lubang sama sekali tidak tersentuh. Ayah seruni semakin khawatir dengan kondisi dari anak perempuannya.

“Bu, pegang obor ini!” Perintah ayah.

“Kamu mau pergi kemana?” Tanya sang Ibu.

“Aku akan ikut Seruni ke dalam lubang,” sang ayah membalas dengan tegas.

“Tidak kang, terlalu berbahaya!” Sang ibu berusaha menghentikan sang ayah.

Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ada suara yang besar. Bumi bergetar dengan ganas dan mulut dari lobang tiba-tiba tertutup sendiri. Ayah dan ibu seruni dan semua orang berlari untuk melarikan diri. Seruni tidak bisa diselamatkan.

Setelah beberapa saat, gempa bumi itu berhenti. Tiba-tiba timbullah sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang wanita dan batu itu menggantung di dinding dari jurang di pinggiran Danau Toba. Penduduk local percaya bahwa batu itu adalah penjelmaan dari badan Seruni yang tertekan di dalam lubang oleh batu. Penjelmaan itu diberikan sebuah nama, yaitu “Batu Gantung”.


Beberapa hari kemudian, berita menyebar tentang kejadian yang menimpa Seruni. Orang-orang langsung berbondong-bondong ke sana untuk melihat “Batu Gantung”. Warga yang melihat kejadian itu memberitahukan orang lain bahwa sebelum lobang itu tertutup mereka mendengar suara “Parapat! Parapat Batu! Parapatlah!” Karena semua orang mengatakan kata “Parapat”, kemudian daerah itu dipanggil Parapat. Oleh karena itulah sekarang batu gantung itu disebut Batu Gantung di Parapat.


-FIN-
Baca terjemahan Inggris di SINI
Author: Unknown

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kalau Anda puas dengan ceritanya. Tolong di klik ya Iklan (Ad) di sebelah kanan dan bawah. Terima Kasih ^-^
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------